TM Slide Banner 1
4 slide banner Virby
previous arrow
next arrow

Hukum Hutang-Piutang

Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Penyelesaian Hukum Hutang-Piutang Antar Perusahan dan Perorangan

 

  1. Permasalahan hutang piutang dalam hukum

Perjanjian utang piutang atau pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk perjanjian yang banyak terjadi antara sesame subjek hukum. Secara aturan dalam KUH Perdata tidak melarang untuk melakukan utang piutang itu sendiri, hal itu secara tegas diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata yakni pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka tegas bahwa seseorang yang meminjamkan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain harus membayar kembali sejumlah uang yang sama sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, dan tidak ada pengurangan sesuai dengan apa yang menjadi perjanjian diawal. Hal ini menarik untuk dibahas karena saat ini praktik utang piutang banyak terjadi baik sesama badan hukum atau antara badan hukum dengan perorangan, dan yang menjadi catatan adalah perisitiwa hukum utang piutang ini tidak dapat dipisahkan dari kelalaian debitur dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah dijanjikan diawal. Keadaan seperti itu tentu dianggap sebagai ingkar janji/wanprestasi atau keadaan dimana debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat waktu/dilakukan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Secara normatif Pasal 1238 KUH Perdata memberikan aturan bahwa orang yang berhutang (debitur) dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu jika perikatan ini mengakibatkan debitur lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 1243 KUH Perdata menjelaskan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

Perlu diketahui bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan ingkar janji/wanprestasi apabila secara singkat mengandung 3 unsur ingkar janji/wanprestasi dalam permasalahan utang piutang yakni:

  • Ada perjanjian;
  • Ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
  • Telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.

 Adapun lebih lanjut Prof. Subekti memberikan pendapatnya suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang masuk dalam kategori ingkar janji/wanprestasi apabila salah satu pihak yang melanggar perjanjian memenuhi unsur diantaranya:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
  3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
  5. Upaya mencegah terjadinya piutang tak tertagih?

Sebagaimana yang dipahami bahwa dalam dunia bisnis kegagalan debitur mebayar utang sering ditemkan ketika usah tidak berjalan sesuai dengan yang menjadi target yang direncanakan. Hal ini umumnya terjadi antara debitur dan kreditur yang masing-masing berstatus sebagai badan hukum. Namun, ternyata pada praktiknya wanprestasi terhadap utang piutang jugadapat terjadi antara perorangan sebagi debitur dengan perusahaan sebagia kreditur. Wanprestasi merupakan salah satu bentuk perjanjian atau perikatan yang telah diatur syarat-syaratnya dalam KUH Perdata yakni Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu:

  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  • Suatu hal tertentu.
  • Suatu sebab yang halal

Syarat sah perjanjian tersebut tentu menjadi guidance bagi pihak yang menjalin perikatan, maka sebelum disahkannya suatu perikatan upaya terbaik yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya piutang tak tertagih atau debitur yang tidak bisa memenuhi prestasinya adalah dengan mencegah melalui kontrak perjanjian yang jelas dan terperinci, melakukan Analisa resiko-resiko terburuk sebelum membuat perjanjian, dan melakukan monitoring serta evaluasi secara keberlanjutan terhadap keadaan debitur yang memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajibannya, hal itu dianggap penting karena apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban tersebut maka pihak lain dapat menuntut pemenuhan kewajiban yang ada.

  1. Pilihan hukum yang dapat diambil

Sebelum memahami lebih lanjut terkait upaya hukum yang dapat diambil apabila dalam sebuah perjanjian terjadi wanprestasi, dapat dipahami beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari suatu keadaan wanprestasi, yaitu:

  1. Bagi pihak yang memiliki utang/debitur :
  • Mengganti kerugian
  • Objek perjanjian menjadi tanggung jawab debitur
  1. Bagi pemberi utang/kreditur (pasal 1267 KUH Perdata), yaitu kreditur dapat melakukan penuntutan:
  • Pemenuhan perikatan/perjanjian
  • Ganti kerugian (pasal 1243-1252 KUH Perdata), adalah akibat. – hukum yang ditanggung debitur yang tidak memenuhi
  • kewajibannya (wanprestasi) yang berupa memberikan atau mengganti.

Kemudian dalam hal melakukan wanprestasi, pihak yang lalai harus memberikan penggantian berupa biaya, kerugian, dan bunga. Akibat atau sanksi wanprestasi ini dimuat dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata menegaskan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan dapat memilih antara meminta pemenuhan kewajiban yang tidak terpenuhi atau meminta ganti rugi atas kerugian yang diderita. Pemilihan ini bergantung pada kebijaksanaan pihak yang dirugikan. Maka sebagaimana wanprestasi merupakan pelanggaran kontrak yang terjadi dalam dunia bisnis maka untuk menyelesaikan permasalahan wanprestasi, pihak yang merasa dirugikan dapat mengambil tindakan hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Pada umumnya wanprestasi merupakan sebuah pelanggaran perdata yang terjadi di ranah hukum privat antara dua subyek hukum yang saling menjalin perikatan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang bisa diambil untuk mengatasi permasalahan wanprestasi adalah Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat wanprestasi tersebut dan menuntu pihak yang melakukan wanprestasi dapat diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang merasa dirugikan.

  1. Pidana Sebagai Upaya Hukum Terakhir

Dalam menyelesaikan permasalahan hukum wanprestasi pidana bukanlah pilihan terbaik. Dapat dipahami berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana penjara. “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,”

Dalam hukum pidana satu ketentuan yang bisa dipakai untuk menyelesaikan permasalahan wanprestasi adalah dalam Pasal 378 KUHP Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun

Konsultasi masalah korupsi pada perusahaan bisa Telp / WA : 081280090101

Virby Law Firm

Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Email : info@virbylawfirm.com
Website : www.virbyLawfirm.com

Virby Law Firm

Virby – Kantor Pusat

Equity Tower lantai 49  Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190

Telp  :   (021)  29651231

 

Virby – Cabang Kelapa Gading

Rukan Plaza Pacifik Blok A.4,   No. 84 lantai 3  Jl. Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Telp  :  (021)  2555-5620

Virby – Cabang Batam

Adhya Building Tower Lantai 3 Komplek Permata Niaga
Blok A No.1
Jl. Jendral Sudirman
Batam 29444

Telp  : (0778) 4888000

 

Virby – Cabang Bali

Benoa Square
Lantai 2 Jl. Bypass Ngurah Rai No. 21 A Kedonganan Kuta Badung Bali
803610 

Telp  :  (0361) 2003229