TM Slide Banner 1
4 slide banner Virby
previous arrow
next arrow

Hukum KDRT

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan standar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT.

AKIBAT HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) SERTA MEKANISME PELAPORANNYA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan standar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT. Tindakan untuk memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam konvensi HAM internasional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang telah meratifikasinya. Tidak sedikit kasus KDRT masih merebak di dalam lapisan kehidupan masyarakat pada saat ini dan tidak dapat dipungkiri fenomena ini bisa akan terus terjadi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dalam lingkup terkecil yakni keluarga.

Dalam perkembangannnya, korban KDRT sulit mengadukan penderitaan yang dialaminya kepada penegak hukum, karena kuatnya pandangan bahwa perlakuan kasar suami kepada istri merupakan bagian dari peristiwa privat (urusan rumah tangga).

1. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan merupakan suatu tindakan menyakiti seseorang yang dapat membahayakan orang tersebut bahkan mengancam nyawanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan sebagai hal yang sifatnya berciri keras, perbuatan seseorang yang akan menyebabkan cedera atau meninggalnya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik. Sedangkan kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Dalam Pasal 5 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, yang masuk ke dalam KDRT adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga.

2. Akibat Hukum dari Tindak Pidana KDRT

Menyoal terkait dengan bagaimana akibat hukum yang timbul pasca tindakan berupa KDRT telah dilakukan, berikut dapat dijerat dengan berbagai jenis hukuman, di antaranya :

  • Kekerasan fisik

KDRT yang menyebabkan korban terhalang aktivitasnya, pelaku dapat dipenjara selama 4 tahun atau denda Rp5 juta. Kemudian, jika korban mengalami luka berat dan jatuh sakit, pelaku bisa dipidana penjara hingga 10 tahun atau denda Rp30 juta. Lalu, jika korban meninggal dunia, maka hukuman pelaku bisa berupa pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda Rp45 juta.

  • Kekerasan psikis

Pelaku yang melakukan kekerasan psikis dapat terancam pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9 juta. Kemudian, pelaku yang melakukan kekerasan psikis namun tidak menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan aktivitas sehari-hari bisa diancam pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda Rp3 juta.

  • Kekerasan seksual

Pelaku KDRT yang melakukan kekerasan seksual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp36 juta. Lalu kemudian pelaku yang memaksa orang dalam rumah tangga melakukan hubungan seksual dapat diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp12 juta dan paling banyak Rp300 juta. Untuk ancaman terberatnya, akan dikenakan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sendiri Rp25 juta dan paling banyak Rp500 juta.

  • Penelantaran

Pelaku yang menelantarkan orang-orang dalam lingkup rumah tangganya, mendapatkan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

Selain hukuman pidana di atas, hakim juga bisa menjatuhkan pidana tambahan pada pelaku KDRT, yaitu membatasi gerak pelaku dan menetapkan pelaku untuk mengikuti konseling dibawah pengawasan lembaga tertentu.

3. Pelaporan KDRT

Terkait dengan perlindungannya, perempuan yang menjadi korban kekerasan juga dapat melaporkan perbuatan KDRT kepada pihak yang berwajib. Selain itu, ada dua organisasi non pemerintah yang bisa ditemui, yaitu Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APK) Jakarta dan Mitra Perempuan. Jika dengan mengadukan tindak kejahatan KDRT tidak ada solusi yang didapat, korban dapat mengambil langkah jalur hukum dengan membuat laporan ke kepolisian bahwa telah terjadi KDRT.

Pelaporan korban nantinya akan ditindaklanjuti dan korban akan diminta untuk melakukan visum sebagai bukti telah terjadi KDRT. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 mengenai PKDRT, seseorang yang berhak untuk melaporkan tindakan KDRT adalah korban.

4. Kesimpulan

  • Terkait dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), siapapun dapat menjadi korbannya baik itu suami ataupun istri, bahkan anak sekalipun dapat menjadi sasaran atas fenomena ini. Terkait dengan akibat hukum yang ditimbulkan oleh KDRT ini terdapat 4 (empat) jenis yang dikelompokkan menurut dengan unsur tindak kekerasan yang dilakukan, yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran.

 

  • Terkait dengan pelaporan, selain kepada Lembaga berwajib yakni Kepolisian Republik Indonesia, terdapat dua organisasi non pemerintah yang dapat mengakomodir aduan, terkhusus bagi istri dan anak perempuan yaitu Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APK) Jakarta dan Mitra Perempuan. Secara umum bukti yang dapat dilampirkan sebagai tindak lanjut pelaporan adalah hasil visum untuk melihat apakah tindakan KDRT telah terjadi.

Konsultasi masalah korupsi pada perusahaan bisa Telp / WA : 081280090101

Virby Law Firm

Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Email : info@virbylawfirm.com
Website : www.virbyLawfirm.com

Virby Law Firm

Virby – Kantor Pusat

Equity Tower lantai 49  Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190

Telp  :   (021)  29651231

 

Virby – Cabang Kelapa Gading

Rukan Plaza Pacifik Blok A.4,   No. 84 lantai 3  Jl. Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Telp  :  (021)  2555-5620

Virby – Cabang Batam

Adhya Building Tower Lantai 3 Komplek Permata Niaga
Blok A No.1
Jl. Jendral Sudirman
Batam 29444

Telp  : (0778) 4888000

 

Virby – Cabang Bali

Benoa Square
Lantai 2 Jl. Bypass Ngurah Rai No. 21 A Kedonganan Kuta Badung Bali
803610 

Telp  :  (0361) 2003229