Hukum Pailit Usaha
Pada praktiknya tidak semua kebijakan dan aktivitas perusahan mendatangkan keuntungan. Sebagai badan hukum privat sebuah perusahaan dituntut untuk selalu memiliki financial stability (kestabilan keuangan) agar seluruh kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan sesuai dengan apa yang ditargetkan.
Mengenal Kepailit serta Akibat Hukumnya Bagi Perusahaan yang Terkena Pailit
Perusahan sebagai salah satu subjek hukum saat ini telah menjadi objek pengaturan hukum di Indonesia. perusahan sebagai salah satu penggerak rantai ekonomi tentu keberadaanya perlu diatur agar tetap berada dalam pola hukum ekonomi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Aktivitas perusahan yang tidak bisa terlepas dari berbagai macam transaksi ekonomi dan komersiel menjadikan perusahaan sebagai badan hukum yang selalu hidup dalam rantai ekonomi suatu negara.
Pada praktiknya tidak semua kebijakan dan aktivitas perusahan mendatangkan keuntungan. Sebagai badan hukum privat sebuah perusahaan dituntut untuk selalu memiliki financial stability (kestabilan keuangan) agar seluruh kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan sesuai dengan apa yang ditargetkan. Tentu kondisi keuangan perusahaan menjadi bahasan yang serius untuk diperhatikan, mengingat untuk bisa menjalankan operasional perusahaan dibutuhkan keuangan yang stabil. Oleh karena itu, financial stability harus menjadi concern tersendir bagi sebuah perusahaan.
Kondisi keuangan perusahan adalah salah satu factor yang dapat menggambarkan sehat atau tidaknya suatu perusahan. Hal itu juga yang dapat menggambarkan apakah suatu perusahaan jauh dari masalah kepailitan atau tidak. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang dijelaskan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit (orang yang mempunyai utang) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam undang-undang pailit sendir dijelaskan lebih lanjut bahwa Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan memberes-kan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka dapat diberikan penjabaran lebih lanjut terkait unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam hal kepailitan yakni:
- Memiliki dua atau lebih kreditur (pihak yang memberikan utang)
- Ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran (alasan ekonomis)
- Adanya tindakan nyata untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit
- Adanya putusan pernyataan pailit dari pengadilan yang berwenag
Berkaitan dengan dasar kepailtan yang perlu dipahami ketntuan yang menjadi prasyarat mutlak pailit tidaknya perusahaan dapat dilihat dari Pasal 2 ayat (1) UU 37 tahun 2004 memberikan salah satu prasyarat perusahaan dinyatakan pailit yakni debitor (pihak yang berutang) yang mempunyai dua atau lebih kreditor (pihak yang memberikan utang) dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Berdasarkan ketentuan tersebut sudah jelas tergambarkan bahwa pailit atau tidaknya sudatu perusahan dapat dinilai berdasarkan putusan hakim pengadilan niaga dalam lingkup peradilan umum. Dalam hal ini maka jelas suatu perusahan tidak bisa memutus dan mengklaim sendiri bahwa badan hukumnya telah pailit. Oleh karenya, secara mutlak putusan pailit hanya bisa dilakukan oleh pengadilan niaga setempat, ketentuan lebih lanjut telah diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan dan PKPU yakni putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.
Permohonan pernyataan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga dan yang berhak mengajukannya antara lain adalah Kreditur, Debitur, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Jaksa demi kepentingan umum. Permohonan pernyataan pailit yang telah diterima oleh pengadilan akan diproses melalui sidang pemeriksaan dan selambat-lambatnya putusan pailit harus dibacakan 60 (enam puluh) hari setelah tanggal pendaftaran permohonan pernyataan pailit.
Peristiwa hukum kepailitan tentu memberikan akibat hukum bagi perusahaan atau subjek hukum yang dinyatakn pailit, dalam Pasal 24 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Pailit dan PKPU diatur bahwa Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka sudah jelas apabila akibat hukum pailit bagi orang perseorangan adalah demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya.
Akibat hukum lebih lanjut dengan jatuhnya putusan pernyataan pailit maka terjadilah sita umum kepailitan. Seluruh harta orang perserorangan yang dinyatakan pailit akan dilakukan pengurusannya dan pemberesannya oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas, digunakan sebagai jaminan bersama untuk para kreditur. Dengan pailitnya perusahaan itu, berarti perusahaan menghentikan segala aktivitasnya dan dengan demikian tidak lagi dapat mengadakan transaksi dengan pihak lain, kecuali untuk likuidasi. Satu-satunya kegiatan perusahaan adalah melakukan likuidasi atau pemberesan yaitu menagih piutang, menghitung seluruh asset perusahaan, kemudian menjualnya untuk seterusnya dijadikan pembayaran utang-utang perusahaan.
Tanggung jawab perusahaan perusahaan yang dinyatakan pailit terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban perusahaan untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga atas setiap kegiatan perusahaan yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perusahaan. Sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit atau bangkrut harus melalui putusan pengadilan. Dengan pailitnya perusahaan itu, berarti perusahaan menghentikan segala aktivitasnya dan dengan demikian tidak lagi dapat mengadakan transaksi dengan pihak lain. Namun seringkali banyak perusahaan yang telah dinyatakan pailit tidak bertanggung jawab terhadap pihak ketiga. Hal ini disebabkan karena Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mengatur secara tegas tentang kewajiban dan tanggung jawab perusahaan yang dinyatakan pailit terhadap pihak ketiga.
Berdasarkan pemahaman yang ada maka akhir akibat hukum bagi perusahaan yang dinyatakan pailit mengakibatkan perusahaan yang dinyatakan pailit tersebut kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan kedalam harta pailit. “pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan.
Pada akhirnya perlu dipertegas bahwa kepailitan yang didapatkan oleh perusahaan secara kontekstual tentu berbeda dengan kondisi perusahaan yang bangkrut atau gulung tikar. Dari segi keuangan, pailit bisa saja terjadi pada perusahaan yang keuangannya dalam keadaan baik-baik saja, namun bangkrut terdapat unsur keuangan yang tidak sehat dalam perusahaan.Secara hukum pailit dapat ditetapkan berdasarkan Pengadilan Niaga. Persoalan kepailitan merupakan persoalan ketidakmampuan untuk membayar utang. Pailit diajukan oleh yang dirugikan kepada perusahaan. Berbeda dengan bangkrutnya perusahaan merupakan sebuah kondisi perusahaan yang menderita kerugian besar hingga jatuh sehingga perusahaan gulung tikar. Penyebab bangkrutnya suatu perusahaan dikarenakan kerugian yang dialaminya. Perusahaan yang mengalami bangkrut ditandai dengan adanya indikator manajerial dan operasional. Pertumbuhan ekonomi yang rendah juga dapat menjadi penyebab penting pada lemahnya peluang bisnis. Oleh karena itu, penting itu bisa membedakan diantara keduanya, karena dari latar belakang hukum dan bisnis kedua peristiwa tersebut memiliki perbedaan secara kontekstual.
Konsultasi masalah korupsi pada perusahaan bisa Telp / WA : 081280090101
Virby Law Firm
Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Email : info@virbylawfirm.com
Website : www.virbyLawfirm.com
Virby Law Firm
Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Virby – Cabang Kelapa Gading
Rukan Plaza Pacifik Blok A.4, No. 84 lantai 3 Jl. Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Telp : (021) 2555-5620
Virby – Cabang Batam
Adhya Building Tower Lantai 3 Komplek Permata Niaga
Blok A No.1
Jl. Jendral Sudirman
Batam 29444
Telp : (0778) 4888000
Virby – Cabang Bali
Benoa Square
Lantai 2 Jl. Bypass Ngurah Rai No. 21 A Kedonganan Kuta Badung Bali
803610
Telp : (0361) 2003229