Pembagian Harta Cerai
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan pengaturan bahwa “bila perkawinan putus karena perceraian, harta gono gini diatur menurut hukumnya masing-masing” dalam hal ini yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah mengacu pada hukum agama, hukum, adat dan hukum-hukumnya”.
Bagaimana harta gono gini dapat terjadi dan keterkaitanya dengan akibat hukum perceraian
Perlu dipahami bahwa yang menjadi salah satu akibat hukum dari suatu perceraian adalah terciptanya permasalahan dan sengketa harta gono gini. Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan pengaturan bahwa “bila perkawinan putus karena perceraian, harta gono gini diatur menurut hukumnya masing-masing” dalam hal ini yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah mengacu pada hukum agama, hukum, adat dan hukum-hukumnya”. Dalam kasus perceraian dan harta gono gini yang menjadi salah satu akibat hukum yang ada dapat pula mengacu pada ketentuan pasal 128 KUH Perdata yang mengatur “setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para para ahli waris mereka masing-masing, dengan tak mempedulikan soal dari pihak yang manakah baran itu diperoleh”.
Akibat hukum perceraian perlu diketahui bahwa tidak hanya terjadi pada pribadi masing-masing suami dan istri melainkan lebih dari itu seperti layaknya akibat hukum dapat terjadi terjadap harta kekayaan suami istri yang diperoleh selama perkawinan dalam perselisihan harta gono gini. Harta gono gini yang dalam perkara perceraian akan menjadi ajang persengketaan antra suami istri, dan Lembaga peradulan pun akan cukup mengambil peran pentung dalam menyelesaikan proses penyelesaian sengketa harta gono gini.
M. Yahya Harahap memberikan pendapatnya bahwa pada dasarnya semua harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan menjadi yuridiksi harta gono gini yang dikembangkan dalam proses peradilan. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat beberaa hal yang termasuk dalam yuridiksi harta gono gini diantaranya yakni:
1. Harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung. Setiap barang yang dibeli selama ikatan perkawinan menjadi yuridiksi harta gono gini
2. Harta yang dibeli dan dibangun pasca perceraian yang dibiayai dari harta gono gini. Termasuk suatu barang yang tercatat sebagai yuridiksi harta gono gini atau tidak ditentukan oleh asal-usul biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangun pasca terjadinya perceraian
3. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama dalam ikatan perkawinan. Semua harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan dengan sendirinya menjadi harta gono gini
4. Penghasilan harta gono gini dan harta bawaan. Penghasilan yang berasal dari yuridiksi harta gono gini, termasuk penghasilan dari harta pribadi suami istri juga masuk dalam yuridiksi harta gono gini. Segala penghasilan pribadi suami dan istri, sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami istri tidak terjadi pemisahan, bahkan dengan sendirinya terjadi penggabungan sebagai harta gono gini. Penggabungan penghasilan pribadi suami istri ini terjadi demi hukum, sepanjang suami itri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan yang dibuat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, harta gono gini dibagi ke dalam tiga kategori yang pertama, Harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta ini merupakan harta yang dikuasai bersama selama perkawinan, kedua, Harta bawaan, yaitu harta yang dibawa oleh masing-masing pihak sebelum proses perkawinan dilakukan. Harta ini dikuasai masing-masing pihak sepanjang para pihak tidak menentukan lain, dan ketiga, Harta perolehan, yaitu harta yang diperoleh dari hadiah atau warisan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Penyelesaian Hukum Harta Gono Gini
Bahwa dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa berkaitan dengan harta gono gini, suami atau istri dapat bertindak atas persetujauan masing-masing pihak, hal ini mencerminkan suatu kedudukan yang setara antara suami dan istri terhadap harta gono gini yang menjadi permasalahan. Dengan demikian lahirlah tanggungjawab dari suami dan istri ketika mereka secaraa bersamma-sama atau salah satu dari mereka melakukan suatu perbuatan hukum.
Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengatur beberapa ketentuan terkati perkara harta gono-gini yakni dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan. Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan menaur hal-hal sebagai berikut:
- Harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi harta gono-gini.
- Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi hata gono gini. Sedangkan harta bawaan suami istri masing masing pihak baik yang berasal dari hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Secara normatif pembagian harta gono gini pada kasus cerai hidup maupun cerai mati, menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 128 KUH Perdata maupun dalam Undnag-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan kompolasi hukum islam masing-masing pasangan suami istri mendapat seperdua bagian yang sama.
Pada Pasal 91 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa harta gono gini dapat berupa benda berwujud dan tidak berwujud. Suami istri memiliki kewajiban untuk menjaga harta gono gini yang ada sebagai bagian daripada tanggungjawab dari berumah tangga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 89 Kompilasi Hukum Islam yakni suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri”.
Ketentuan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam secara umum memiliki persamaan dengan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata yakni, pembagian harta gono gini biasannya dilakukan pembagian secara merata antara masing-masing suami-istri. Perlu dipahami bahwasanya harta bersama merupakan sesuatu yang berbeda dengan permasalahan harta warisan, konteks pembedanya adalah karena harta warisan merupakan harta bawaan bukan harta bersama.
Apa pentingnya lawyer saat mendampingi perkara harta gono gini
Sengketa harta gono gini pasca terjadinya perceraian pasti tidak jauh dari keterbutuhan atas guguatan terhadap sengketa harta gono gini yang ada. Dengan demikian dibutuhkan peran seorang lawyer professional untuk dapat turut menyelesaikan permasalaha sengketa harta gono gini antar pihak yang bersengketa. Peran lawyer dalam perkara privat seperti dalam sengketa harta gono gini merupakan suatu kebutuhan khusus karena lawyer dalam hal ini menjadi penerima kuasa khusus atas permintaan dan kebutuhan dari klien yang memberikan kuasa, dengan demikian perlu dicermati bahwa dalam permasalahan ini dibutuhkan seorang pemegang kuasa khusus yang memang memiliki keahlian dan kompetensi serta memiliki karir professional sebagai seorang lawyer.
1. Dapat memberikan pemahaman kepada klien terkait penyelesaian harta gono gini.
2. Berperan sebagai kuasa khusus yang dapat membuat surat gugatan harta bersama.
3. Mewakili klien yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan.
4. Membantu dalam pembuatan perjanjian antar pihak yang bersengketa.
5. Menjadi pihak yang membantu membuka komunikasi dan negosiasi antara para pihak.
Pencegahan konflik atas terjadinya perkara harta gono gini
Dalam menyelesaikan proses sengketa harta bersama pasca perceraian harus selalu mengedepankan aspek keadilan bagi semua pihak terkait, dalam artian proses penyelesaian yang ada tidak boleh mendiskriminasikan salah satu pihak. Harus diakui jika dalam pembagian harta bersama, suami memiliki kedudukan yang lebih dominan dibandingkan dengan istri. Hal itu memiliki kesesuaian dengan apa yan diatur dalam Pasal 124 KUH Perdata bahwa suami sendirilah yang berhak mengurus harta bersama, termasuk berwenang melakukan berbagai perbuatan terhadap harta tersebut. Dasar dari ketentuan ini adalah karena suami merupakan seoarang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap segala urusan yang berkenaan dengan kehidupan rumah tangga, termasuk dalam hal pengurusan harta bersama.
Meskipun suami memiliki dominasi yang terlampau besar dibanding istri namun dalam permasalahan ini kedudukan suami dibatasi oleh undang-undang, bahwa seorang istri memiliki hak-hak lain yang telah dijamin oleh undang-undang seperti dalam Pasal 125 KUH Perdata diatur bahwa seorang istri diperbolehkan membebani atau memindahtangankan barang-barang persatuan dengan kondisi sebagaimana ditentukan dalam KUH Perdata, kemudian lebih lanjut istri memiliki beberapa hak yang diatur seperti:
- Istri tidak behak lagi atas bagiannya dari aktiva harta bersama kecuali hak atas pakaian, selimut, dan sprei hal itu diatur dalam Pasal 132 ayat (1) KUHPerdata.
- Istri dibatasi kewajibannya dalam hal membayar utang-utang harta bersama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 132 ayat (2).
Batas waktu yang ditentukan adalah sebulan setelah terjadinya pembubaran atas kebersamaan harta bersama, dalam jangka waktu satu bulan ini, ostri dapat mengajukan hak pelepasan kepada panitera pengadilan negeri setempat sesuai dengan Pasal 133 ayat (1).
Konsultasi masalah korupsi pada perusahaan bisa Telp / WA : 081280090101
Virby Law Firm
Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Email : info@virbylawfirm.com
Website : www.virbyLawfirm.com
Virby Law Firm
Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Virby – Cabang Kelapa Gading
Rukan Plaza Pacifik Blok A.4, No. 84 lantai 3 Jl. Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Telp : (021) 2555-5620
Virby – Cabang Batam
Adhya Building Tower Lantai 3 Komplek Permata Niaga
Blok A No.1
Jl. Jendral Sudirman
Batam 29444
Telp : (0778) 4888000
Virby – Cabang Bali
Benoa Square
Lantai 2 Jl. Bypass Ngurah Rai No. 21 A Kedonganan Kuta Badung Bali
803610
Telp : (0361) 2003229