TM Slide Banner 1
4 slide banner Virby
previous arrow
next arrow

Tindak Pidana Korupsi dalam Perusahaan

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang selalu mengalami angka kenaikan kejahatan disetiap tahunya, bahkan sampai dengan saat ini tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, melainkan juga dilakukan oleh badan hukum korporasi atau perusahaan dalam lingkup swasta.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang selalu mengalami angka kenaikan kejahatan disetiap tahunya, bahkan sampai dengan saat ini tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, melainkan juga dilakukan oleh badan hukum korporasi atau perusahaan dalam lingkup swasta. Pada pengertiannya korporasi merupakan kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Dengan demikian, terdapat perputaran kekayaan perusahaan yang berputar dan dapat menjadi celah bagi para pelaku tindak pidana korupsi di sektor korporasi. Bedasarkan data yang dirilis oleh Komisi Pemberantas Korupsi dalam catatan sepuluh tahun saja terdapat total angka yang cukup besar atas perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi atau pihak swasta dengan data sebagai berikut:

Tahun

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

Total

Swasta

16

24

16

18

26

28

56

59

31

18

27

319

Korporasi

-

-

-

-

-

1

4

1

-

1

1

7

Sumber: Data diolah oleh penulis berdasarkan rilis statistic komisi pemberantasan korupsi

Berdasarkan data tersebut menjadi bukti apabila dalam kasus tindak pidana korupsi pada praktiknya tidak hanya terjadi di sektor penyelenggara negara saja, melainkan sektor swasta pada umumnya atau korporasi secara khusus. Secara umum Black Law Dictionary di modul Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi menjabarkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya. Terkhusus pada korupsi di sektor korporasi atau perusahaan swasta terdapat pendahuluan yang harus dipahami bahwa setidaknya ada 3 bentuk jenis tindak pidana korupsi korporasi, diantaranya yaitu:

  • Crime for corporation, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi selaku pelaku kejahatan dengan beberapa delik seperti penyuapan, gratifikasi, dan penyalahgunaan barang dan jasa.
  • Crime against corporation/employee crimes, dalam hal ini yang menjadi pelaku kejahatan tindak pidana korupsi adalah para karyawan atau pekerja yang bekerja di perusahaan, jadi pada posisi ini perusahaan menjadi korban tindak pidana korupsi.
  • Criminal corporation, kemudian yang terakhir pada bagian ini badan hukum korporasi menjadi pelaku kejahatan yang sengaja, terstruktur, dan sistematis untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan ketiga jenis tindak pidana korupsi korporasi tersebut dapat dipahami proses penegakan hukum yang berjalan tentu berbeda, oleh karena itu perlu dipahami terlebih dahulu dasar dan konteks perbuatan korupsi yang terjadi di suatu korporasi. Secara normatif dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 20 menerangkan bahwa:

  • Pasal 20 ayat (1) menerangkan bahwa dalam dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Dalam pasal tersebut pelaku yang didakwa adalah pengurus untuk dan atas nama korporasi sekaligus untuk dan atas nama individu.
  • Kemudian Pasal 20 ayat (2) memberikan pengaturan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Berbeda dengan Pasal 20 ayat (1), dalam Pasal 20 ayat (2) yang menjadi penekanan adalah korporasi secara utuh sebagai pelaku kejahatan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindak pidana korupsi korporasi kemudian dibahas juga dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Pasal 4 ayat (2) dijelaskan bahwa dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi antara lain:

1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;

2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau

3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Pembahasan mengenai korupsi korporasi sebenarnya sudah dibahas sejak lama, hal itu pernah disinggung dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang kemudian diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang ratifikasi UNCAC. Bahwa dalam konvensi PBB tersebut terdapat kriminalisasi terhadap sejumlah perbuatan antikorupsi termasuk dalam hal korupsi korporasi diantaranya yakni:

  • Suap pejabat nasional (pemerintah/penyelenggara nasional)
  • Suap pejabat asing
  • Penggelapan
  • Memperdagangkan pengaruh
  • Penyalahgunaan fungsi
  • Memperkaya secara tidak sah
  • Penyuapan (perjanjian)
  • Penggelapan untuk kebutuhan ekonomi
  • Pencucian uang
  • Penyembunyian kejahatan
  • Menghalangi proses pengadilan

Berdasarkan catatan tersebut diatas harus diakui bahwa berdasarkan data statistik Komisi Pemberantasan Korupsi penyuapan mendapatkan peringkat 2 teratas setelah perkara pengadaan barang dan jasa dengan perbuatan tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi pada sektor swasta adalah permasalahan penyuapan terhadap penyelenggara negara. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara menjelaskan bahwa supa merupakan suatu perbuatan pemberian atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, maka akan dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belasjuta rupiah), begitupun dengan penerima suap dalam Pasal 3 diatur akan dipidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).

Adapun pada proses penegakan hukum Prof. Eddy O.S Hiarej berpendapat bahwa yang harus ditempuh apabila korporasi terjerat tindak pidana korupsi para penegakan hukum baik itu kejaksaan, kepolisian, atau komisi pemberantasan korupsi, apabila korporasi terjerat tindak pidana korupsi sebelum memasuki tahapan litigasi dapat melakukan mitigasi dengan memperhatikan dua persoalan penting diantaranya:

1. Transaksi bisnis dihentikan.
2. Korporasi tidak bisa menjalankan usahanya.

Peran Lawyer Dalam Perkara Korupsi

Dengan demikian, dalam menjalani proses penyelesaian tindak pidana korupsi korporasi lawyer corporate memiliki peran penting dalam membantu menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi korporasi di sector swasta, pada hakikatnya dalam perkara pendampingan hukum baik pada tindak pidana korupsi atau tindak pidana umum lainnya, para pelaku kejahatan atau tersangka tetap memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan pendampingan hukum dari kuasa hukumnya hal itu sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 56 KUHAP. Bahwa para tersangka memiliki hak untuk memperoleh bantuan hukum pada tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan, dengan beberapa catatan seperti kuasa hukum pada tahap penyidikan bertugas mendampingi secara pasif dan tidak bisa turut memberikan jawaban atas pertayaan penyidik. Adapun secara rinci lawyer dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi memiliki peran penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) No. 1 Undang-Undang No. 2 tentang Advokat,  berikut merupakan poin-poin penting terkait peran lawyer dalam proses penegakan hukum tindak pidana umum atau tindak pidana khusus seperti korupsi, diantarnya:

  1. Memberikan pendampingan hukum kepada klien baik pada tindak pidana umum atau tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi
  2. Memberikan konsultasi hukum dan langkah-langkah proses atau prosedur penegakan hukum
  3. Menjalankan kuasa atau mewakili kepentingan klien pada saat proses dan prosedur penegakan hukum sedang berjalan
  4. Melakukan pembelaan hukum dengan melihat hak-hak klien baik pada tindak pidana umum atau tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi
  5. Melakukan tindakan hukum lain yang dianggap perlu untuk menjaga hak-hak klien
  6. Memberikan nasihat dan saran kepada klien supaya hak-hak yang dimiliki klien tetap terlindungi.

Profesi advokat dalam menjalankan hak dan kewajibannya secara komperehensif telah diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Status advokat sebagai profesi yang mulia atau officium nobile dalam profesi hukum dianggap memegang peran penting untuk turut serta menegakkan hukum baik dalam tindak pidana korupsi atau tindak pidana umum lainnya.

Pada akhirnya berdasarkan sumber dan informasi yang didapatkan dari direktorat antikorupsi badan usaha KPK sebenarnya terdapat beberapa langkah preventif yang menjadi anjuran KPK agar pelaku usaha swasta dapat turut serta berkolaborasi dan bersinergi untuk mencegah tindak pidana korupsi korporasi seperti, penilaian resiko korupsi, menerapkan sistem manajemen anti suap, melaksanakan kebijakan anti korupsi, mengedepankan pakta integritas, kontrol internal, pengendalian konflik kepentingan, serta membentuk prosedur system pengaduan yang jelas.

Konsultasi masalah korupsi pada perusahaan bisa Telp / WA : 081280090101

Virby Law Firm

Equity Tower lantai 49 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190
Telp : (021) 29651231
Email : info@virbylawfirm.com
Website : www.virbyLawfirm.com

Referensi data hukum

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
  3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi
  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara
  5. Eddy O.S. Hiarej “Korupsi di Sektor Swasta dan Tanggungjawab Pidana Korporasi” Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No. 4, 2020.
  6. https://www.kpk.go.id/

Virby Law Firm

Virby – Kantor Pusat

Equity Tower lantai 49  Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD Jakarta 12190

Telp  :   (021)  29651231

 

Virby – Cabang Kelapa Gading

Rukan Plaza Pacifik Blok A.4,   No. 84 lantai 3  Jl. Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Telp  :  (021)  2555-5620

Virby – Cabang Batam

Adhya Building Tower Lantai 3 Komplek Permata Niaga
Blok A No.1
Jl. Jendral Sudirman
Batam 29444

Telp  : (0778) 4888000

 

Virby – Cabang Bali

Benoa Square
Lantai 2 Jl. Bypass Ngurah Rai No. 21 A Kedonganan Kuta Badung Bali
803610 

Telp  :  (0361) 2003229